Langsung ke konten utama

(PAI Berdiskusi) "Kenapa Ribut Anjing?"

Kenapa Ribut Anjing?

Autor : Sahabati Sasi Nursanti
Editor : Sahabat Azkal Azkia Syabana
Baru baru ini fenomena sepele yang diperbesar menjadi kasus yang serius muncul di tengah-tengah masyarakat, seorang ibu-ibu yang membawa anjingnya masuk masjid menuai berbagai tanggapan dari semua lapisan masyarakat. Reaksinya pun beragam tergantung kepentingan kelompok masyarakat tersebut.
Diskusi hari Kamis, 4 Juli 2019 yang diprovokatori oleh Sahabat Argarry Akbar mahasiswa PAI semester 6 membahas fenomena yang sedang hangat ini.
Ada dua pembahasan diskusi terkait menanggapi fenomena tersebut. Pertama "Bagaimana fikih 4 mazhab menanggapi persoalan anjing yang dibawa oleh Sang ibu-ibu?" Kedua "Tanggapan masyarakat terhadap kasus tersebut yang menyangkut politik identitas
Wajarlah bila kita sebagai pengikut syafi'iyah sejak orok tersetting "Bahwa Anjing itu Najis" bahkan parahnya fenomena 'Malas Baca' yang melanda masyarakat menjadi persoalan sendiri ketika menerima informasi dari sebuah layar ponsel dan menganggap informasi itu adalah kebenaran sehingga tidak membuka lagi 'Jalan Pikiran Waras' untuk melihat "Sebenarnya Empat Mazhab Ini Berbeda dalam Mempersoalkan Anjing"
Diambil dari Kitab Al-Fiqh Al-Islam wa Adilatuhu
Hanafiyah menganggap bahwa anjing tersebut bukan merupakan najis 'ain dan boleh memeliharanya sebagai hewan penjaga dan pemburu, bulu dan seluruh badannya tidak najis kecuali mulut dan air liurnya. Adapun cara membersihkannya yaitu dibasuh sebanyak tujuh kali pada tempat yang terkena najis sebanyak tujuh kali. Adapun menurut Ahmad dan Muslim ketika tempat terkena jilatan anjing dibasuh sebanyak 7 kali, mula-mula menggunakan debu.
الاصح عند الحنفية, أن الكلب ليس بنجس العين لأنه ينتفع به حراسة واصطيادًاً
و فم الكلب وحده أو لعابه ورجيعه هو النجس, فلا يقاس عليه بقية جسمه, فيغسل الاناء سبعًابولوغه فيه (لقوله صل الله عليه وسلم : اذ شرب الكلب في اناء أحدكم فليغسله سبعًا) و لأحمد و مسلم (طهور اناء أحدكم اذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات أولاهن بالتراب)
Syafi'iyah dan Hanabilah menganggap bahwa anjing merupakan najis 'ain. Seluruh tubuhnya merupakan najis tanpa terkecuali. Cara membersihkannya yaitu membasuh yang terkena najis dan diantara keduanya menggunakan debu.
الكلب والحنزيروما تولد منهما من الفروع و سؤره وعرقه نجس العين ويغسل ما تنجس منه سبع مرات احداهن بالتراب.




Malikiyah menganggap bahwa anjing bukanlah najis boleh dijadikan hewan penjaga atau peliharaan, kecuali air liurnya. Tidak najis pula apabila anjing memasukkan kakinya dan lidahnya tanpa menggoyang-goyangkannya hingga terjatuh air liurnya ke tempat tersebut.

الكلب مطلقا سواء أكان مأذونا في اتخاذه ككلب الحراسة و الماشية, ام لا, طاهر, والولوغ لا غيره كما لو أدخل رجله او لسانه بلا تحريك.
Meskipun dianggap suci, Malikiyah tetap mensyaratkan untuk membersihkan benda yang terkena najis (air liur anjing) dengan membasuh sebanyak 7 kali dalam rangka ta'abudiy (ibadah).

Persoalannya? Cuma perlu dibersihkan saja gaes. Gitu aja kok repot?

Yakin?
Ternyata masyarakat tidak hanya memandang persoalan tersebut hanya sekedar membersihkan karpet masjid, nyatanya kebanyakan menanggapi masalah ini ke arah persoalan ranah masyarakat yang paling sensitif yaitu politik. Sebagian masyarakat golongan kanan menanggapi masalah ini terkait dengan pelecehan agama, penistaan agama, khilafah. Sementara yang kiri mengaitkan persoalan anjing ini dengan cerita baduy yang suatu ketika pernah kencing di dalam masjid, sehingga membuat sayyidina Umar ingin menyerangnya, namun dihentikan oleh Rasulullah SAW, Rasulullah hanya menyuruh untuk membersihkan kencingnya saja. Dan persoalan tasawuf yang mengaitkan anjing ini hewan yang suci dan menaikkan status kebaikan anjing ini. Dengan ketimpangan ini, maka kasus anjing ini naik ke ranah politik identitas.

Posisi kita dimana? Kiri, Kanan, Atas, Bawah? Hehehe.

Kita letakkan diri kita berada di tengah dan berpikir secara skeptis menanggapi fenomena ini. Kita sebagai mahasiswa haruslah memberi edukasi _Ini loh anjing yang dianggap najis ternyata berbeda menurut empat ulama besar. Gausah ribut, kalo emang gamau bersihin masjidnya_

Orang - Orang Moderat Harus Bergerak menjadi edukator dalam masalah ini, jadi gak kalah omong sama kaum salah kaprah.

Minimal ajarin lah cara bersihin karpetnya ehehehe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seminar Keislaman: Membaca Politik Ulama Nusantara: Arsip-Arsip Turats yang Terlupakan

UIN Jakarta - HMJ Pendidikn Agama Islam dan PKM Bunga Rampai bekerja sama dengan Islam Nusantara Center (INC) dan Kemuning Muslim Center, dalam menghadirkan seminar keislaman bertema "Membaca Politik Ulama Nusantara: Arsip-Arsip Turats yang Terlupakan." Ada dua pembicara dalam seminar keislaman ini. Yang pertama adalah A. Ginajar Sya'ban, dirut INC, dan penulis buku Mahakarya Islam Nusantara, dan yang kedua adalah  Zainul Milal Bizawie, pengiat Islam Nusantara, penulis Masterpiece Islam Nusantara. Seminar ini membahas warisan ulama-ulama Nusantara terdahulu, melihat banyaknya para ulama yang berbeda-beda dalam pandangan politik di masa sekarang. sebagaimana di tulis oleh Jaringansantri.com -  Ginanjar Sya’ban memulai dengan menampilkan tiga manuskrip yang masing-masing dari tulisan Pangeran Diponegoro, Surat yang di tulis KH Wahab Chasbullah dalam Komite Hijaz ditujukan untuk Raja Arab dan surat balasan yang di tulis sendiri oleh Hadratussyaikh KH M. Ha...